Selasa, 26 April 2016

Bahan Ajar MLK_Bab IV

BAB IV SISTEM PERBANKAN INDONESIA I. BANK INDONESIA Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 23 Tahun 1999 adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga Negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan /atau pihak-pihak lainnya. Kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang yang mengaturnya. Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 dengan modal sekurang-kurangnya Rp.2 triliun. Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai tujuan bank Indonesia perlu ditopang dengan tiga pilar utama yaitu : a) Kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian; b) Sistem pembayaran yang cepat dan tepat; c) Sistem perbankan dan keuangan yang sehat. Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter sebagai berikut : a) Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang dittetapkan; b) Mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri; c) Memelihara keseimbangan neraca pembayaran; dan d) Menerima pinjaman luar negeri. Tujuan Bank Indonesia Tujuan bank Indonesia, dalam undang-undang nomor 23 tahun 1999 (UU-BI) secara tegas dinyatakan dalam pasal 7 bahwa tujuan bank Indonesia adalah mencapai dan mencapai kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Kestabilan rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang lain. Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Bank Indonesia. Tugas Bank Indonesia Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia tersebut diatas yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3 bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu : a) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c) Mengatur dan mengawasi bank. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Untuk mencapai tujuan bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, pasal 10 undang-undang no.13 Tahun 1999, Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter berwenang: a) Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan; b) Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada : • Operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing; • Penetapan diskonto; • Penetapan cadangan wajib minimum; • Pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia sebagai Lender of the Last resort Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort (pasal 11) yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Kebijakan nilai tukar Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antar lain berupa : a) Dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing; b) Dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar; c) Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta pita intervensi. Kewenangan dalam mengelola cadangan devisa Bank Indonesia melakukan pengelolaan cadangan devisa Negara (pasal 13 UU-BI) yang dimaksud dengan cadangan devisa disini adalah cadangan devisa Negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar. Dewan Gubernur Bank Indonesia Susunan anggota Dewan Gubernur Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri atas : a) Seorang Gubernur b) Seorang Deputi Gubernur Senior sebagai Wakil Gubernur c) Sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak-banyaknya 7 deputi gubernur sebagai pimpinan dewan gubernur Tugas Dewan Gubernur Tugas Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999. Pengangkatan Dewan Gubernur Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat antara lain : a) Warga Negara Indonesia b) Memiliki ahklak dan moral yang tinggi c) Memiliki keahlian dan pengalaman dibidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum. Rapat Dewan Gubernur Rapat dewan gubernur sebagai suatu forum pengambilan keputussan tertinggi, diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum dibidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara dan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau kebijakan lain yang prinsipil dan strategis seperti kebijakan dibidang pengaturan dan pemeliharaan sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan bank. Larangan Dewan Gubernur Anggota dewan gubernur harus tunduk pada ketentuan pelarangan sebagai berikut : a) Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan besan b) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang : • Mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan manapun juga • Merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut • Menjadi pengurus dan / atau anggota partai politik Independensi Bank Indonesia Independensi bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut : Yuridis Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 merupakan landasan yuridis bagi independensi Bank Indonesia dimana dalam undang-undang tersebut dimuat berbagai elemen dari independensi Bank Indonesia. Personalia Independensi personalia secara yuridis ditunjukan dalam hal pengangkatan anggota Dewan Gubernur oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Persyaratan persetujuan DPR ini penting untuk menjaga indepensi Bank Indonesia dari intervensi pemerintah melalui pengangkatan anggota Dewan Gubernur. Institusi Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independen yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bebas campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lainnya. Secara structural, bank Indonesia berada diluar pemerintah sehingga dapat mengeliminir adanya intervensi terhadap tugas Bank Indonesia baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak lain. Tujuan Tujuan Bank Indonesia difokuskan pada menjaga kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi yang rendah dan kestabilan nilai tukar. Tugas Independensi dalam pelaksanaan tugas tercermin dari larangan bagi pihak lain untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga wajib menolak dan / atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Manajemen Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang sepenuhnya berwenang dalam menjalankan organisasi bank Indonesia dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Anggaran Independensi dalam bidang anggaran terlihat dalam ketentuan pasal 60 yang menyatakan bahwa anggaran Bank Indonesia ditetapkan anggota Dewan Gubernur. Anggaran harus disampaikan kepada DPR yang dimaksudkan untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam anggaran serta kepada pemerintah sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit anggaran Bank Indonesia. Transparansi Transparansi atau akuntabilitas ini diwujudkan dengan pertanggung jawaban kepada publik dimana Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka. Akuntabilitas Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1999 dianut pertanggungjawaban publik dimana setiap awal tahun anggaran Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media masa mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter tahun yang akan dating. Hubungan Dengan Pemerintah Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai bank sentral, memiliki hubungan dengan pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 52 sampai dengan pasal 56 sebagai berikut : Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dalam arti bahwa Bank Indonesia menata usahakan rekening pemerintah. Disamping itu, atas permintaan pemerintah, bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menata usahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri. Pemerintah wajib meminta pendapat bank Indonesia dan / atau mengundang bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah yang termasuk kewenangan bank Indonesia. Tugas dan wewenang BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah antara lain adalah : • Melakukan pembayaran kewajiban kepada Bank Indonesia; • Melakukan penyaluran dan administrasi kredit program; • Mencari sumber-sumber pendanaan untuk melanjutkan pelaksanaan kredit program Hubungan Internasional Bank Indonesia dalam melakukan tugasnya dapat melakukan hubungan internasional, yang dilakukan sebagai berikut : 1. Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. Kerja sama tersebut misalnya dibidang: • Intervensi bersama untu kestabilan pasar valuta asing. • Penyelesaian transaksi lintas Negara • Hubungan koresponden • Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas bank sentral, termasuk dalam melakukan pengawasan bank • Pelatihan / penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran 2. Dalam hal yang dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga multilateral adalah Negara, bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama Negara Republik Indonesia sebagai anggota. II. BANK UMUM Pengertian Bank Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berikut ada beberapa pengertian bank : 1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prisip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran; 2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran; Landasan Hukum Perbankan 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Usaha Bank Umum Konvensional (a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, serta sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (b) Memberikan kredit (c) Menerbitkan surat pengakuan hutang, berjangka pendek dan berjangka panjang berupa obligasi atau sekuritas kredit (d) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : • Surat-surat wesel termasuk wesel diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidal lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan suratsurat dimaksud; • Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud • Kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah • Sertifikat Bank Indonesia (SBI) • obligasi • surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun • instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun (e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. (f) Menempatkan dana pada, meminjam dana clan, atau meminjamkan dana kepada bank. lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. (g) Menerima pembayaran clan tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga. (h) Menyediakan tempat untuk memyimpan barang dan surat berharga (safety box). (i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. (j) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. (k) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. (l) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat (m) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. (n) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku. (o) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (p) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (q) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (r) Bertindak sebagai pendiri dana pension dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. III. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pengertian BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersa¬makan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Asas BPR Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberal¬ism, etatisme, dan monopoli). Fungsi BPR Penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Tujuan BPR Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sasaran BPR Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pega¬wai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesem¬patan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon). Usaha BPR Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit. 3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. 4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas. Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah : 1. Menerima simpanan berupa giro. 2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. 3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah. 4. Melakukan usaha perasuransian. 5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR. Alokasi Kredit BPR Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu : 1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian. 2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke¬lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. 3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Perijinan BPR 1 Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri. 2. Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. 3. Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya sepanjang di ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR. 4. Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. 5. Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. 6. BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR dilarang rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi valas). Bentuk Hukum BPR Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Kepemilikan BPR 1. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah. 2. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku. 3. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. 4. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. 5. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indo¬nesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah. Pembinaan dan Pengawasan BPR Fungsi Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank pada umumnya. (baca UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Bab V Pembinaan dan Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan 37). Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi : 1. pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana mayarakat. 2. membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan. 3. penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat. Dalam melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu : 1. organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang dite-tapkan. 2. kekurangan tenaga trampil dan profesional. 3. mengalami kesulitan likuiditas. 4. belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya (sesuai UU). Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI 1. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedu¬dukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI. 3. BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 4. BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.

Bahan Ajar MLK_Bab III

BAB III OTORITAS JASA KEUANGAN Pendahuluan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni : • Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional. • Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. • Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. • Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali. Tujuan dalam pembentukan OJK: 1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. 2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. 3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi Fungsi OJK adalah: 1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan 2. Menjaga stabilitas sistem keuangan 3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang 4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: 1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; 2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan 3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Wewenang OJK Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang: 1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi : • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank; • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank. • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; • Melakukan penunjukan pengelola statuter; • Menetapkan penggunaan pengelola statuter; • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan • Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain. 2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) 3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) Menurut para pakar ekonomi: 1. Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. 2. Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah. 3. Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan. 4. Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu lembaga independen yang terdiri dari sembilan anggota dewan komisaris yang sifatnya kolektif kolegial dimana terdapat dua anggota unsur perwakilan ex-offico dari Pemerintah, Perwakilan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, bertugas me¬nga¬wasi perbankan, pasar modal, perusahaan pem¬biayaan dan asuransi. Untuk perbankan khu¬susnya, akan me¬ngatur aspek mik¬ro pru¬densial ser¬ta pe¬me¬riksaan bank. Dengan kata lain, lembaga yang independen dan terintegrasi melaksanakan fungsi pengawasan tugas wewenang perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah diundangkan dan diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 21 tahun 2011 yang disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), setelah melalui masa 8 tahun Rancangan Undang-undang (RUU) sebelum disahkan. Dengan disahkannya RUU OJK, maka per tanggal 31 De¬sem¬ber 2012, Badan Pengawas Pasar Mo¬dal dan Lembaga Ke¬uangan (Ba¬pe¬pam-LK) otomatis akan mele¬bur ke dalam OJK. Se¬men¬tara un¬tuk pengawasan perban¬kan, Bank Indonesia (BI) di¬persilahkan masuk ke OJK pada awal 2013, atau paling lambat De¬sember 2013. Berkaitan dengan disahkannya UU OJK, maka tugas BI mencakup dua bidang, yakni terkait dengan sis¬tem pembayaran dan melaku¬kan sta-bilitas moneter, sedang¬kan pe¬nga¬wasan perbankan di¬lakukan oleh OJK. Sementara Badan Penanaman Modal (Bapepam) ha¬nya sebagai regulator atau pem¬buat regulasi, sedangkan tu¬gas pe¬nga¬wasan terhadap lembaga ke¬uangan diam¬bilalih OJK. OJK akan menjadi lembaga independen yang terintegrasi sebagai pengawas sektor jasa keuangan. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), dengan anggota terdiri dari: 1. Menteri Keuangan sebagai anggota merangkap koordinator. 2. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota. 3. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota 4. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.

Bahan Ajar MLK_Bab II

BAB II SISTEM KEUANGAN Pendahuluan Sistem keuangan : suatu jaringan dari berbagai unsure-unsur yang saling kait-mengkaityang terdiri dari Rumha Tangga, Lembaga Pemerintah, Lembaga Keuangan yangmembentuk pasar keuangan.Lembaga keuangan sanagt diperlukan dalam perekonomian modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana (rumah tangga) dan kelmpok masyarakat yang memerlukan dana (pengusaha). Atau secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : Dari gambar tersebut tergambar fungsi utama system keuangan yaitu menstransfer dana-dana dari unit surplus kepada unit deficit. Dana-dana yang terkumpul dalam pasar uangakan mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak pensuplai dana. Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu Negara yang memiliki peran terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa dibidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan penunjang lainnya misalnya pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut depository financial institutions yang terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Dalam perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan Indonesia, sistem lembaga keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental terutama setelah memasuki era deregulasi, paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya beberapa undang-undang dibidang keuangan dan perbankan sejak tahun 1992 yaitu : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi; 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Konsekuensi dikeluarkannya undang-undang tersebut diatas, adalah perubahan struktur sistem lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Di samping itu, dari aspek pengaturan dan pembinaan, lembaga-lembaga keuangan menjadi semakin jelas dan kuat karena telah memiliki kekuatan hukum terutama dibidang perasuransian dan dana pensiun yang sebelumnya undang-undang diatas dasar hukum pengaturannya hanya dilakukan dengan keputusan-keputusan mentri keuangan. Sistem keuangan pada prinsipnya adalah kumpulan pasar, institusi, peraturan peraturan dan teknik teknik diman surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditentukan, dan jasa jasa keuangan dihasilkan dan ditaawarkan ke seluruh dunia. Tugas utama system keuangan adalah mengalihkan dana dari penabung kepada peminjam untuk kemudian digunakan/ dibelanjakan dan untuk investasi sehingga ekonomi dapat tumbuh dan meningkatkan standar kehidupan. Sistem Moneter dan Perbankan Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan kedalam sistem moneter adalah otoritas moneter dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu, sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter. Otoritas moneter sebagai lembaga yang berwenang dalam pengambilan kebijakan dibidang moneter, juga merupakan sumber uang primer, baik bagi perbankan, masyarakat maupun pemerintah. Fungsi Sistem Keuangan Fungsi Sistem Keuangan Diantara nya meliputi ; - Fungsi Tabungan dimana tabungan, obligasi, saham dan instrument hutang lain diperjual belikan di pasar uang untuk mendapatkan pendapatan bagi pemilik dana dan mengalir melului pasar keuangan untuk digunakan sebagai sumber investasi pihak yang membutuhkan/ bersedia mempergunakan, sehingga barang dan jasa bisa diproduksi - Fungsi Penyimpan Kekayaan Instrumen Keuangan menyediakan cara terbaik dalam menympan kekayaan ( menahan asset yang di miliki untuk tidak di konsumsi ) sampai dana tersebut dibutuhkan untuk dibelanjakan - Fungsi Likuidasi ( pencairan ) pasar uang dan pasar modal menyediakan cara yang aman untuk pemilik dana sewaktu waktu membutuhkan / mengkonversi insatrumen kekayaan tersebut menjadi uang tunai dalam waktu singkat - Fungsi Kredit Sistem Keuanga yang memperoleh dana Tabungan simpanan, dapat memberikan kredit / pinjaman untuk membiayai konsumsi dan investasi pihak yang membutuhkan - Fungsi Pembayaran melalui jasa keuanga bank seperti ; chek, giro bilyet, kartu kredi, Inkaso dll - Fungsi Risiko Melalui pembayaran polis asuransi pasar keuangan memberikan proteksi atas risiko yang dapat menimbulkan kerugian ( risiko jiwa, kebakaran kecelakaan dll ) Fungsi Otoritas Keuangan Fungsi pokok otoritas moneter dapat disebutkan antara lain sebagai berikut : 1. Mengeluarkan uang kertas dan logam 2. Menciptakan uang primer 3. Memelihara cadangan devisa nasional 4. Mengawasi sisten moneter Fungsi Sistem Moneter Fungsi utama sistem moneter antara lain dapat disebutkan adalah : 1. Menyelenggarakan mekanisme lalu lintas pembayaran yang efisien sehingga mekanisme tersebut dapat dilakukan secara cepat, akurat dan dengan biaya yang relative kecil. 2. Melakukan fungsi intermediasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi. 3. Menjaga kestabilan tingkat bunga melalui pelaksanaan kebijakan moneter. Jenis-jenis Bank Bank BUMN Bank badan usaha milik Negara (bank BUMN) pada dasarnya adalah bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Oleh karena itu bank-bank ini sering juga disebut bank pemerintah. Bank Pemerintah Daerah Bank-bank milik pemerintah daerah adalah bank-bank Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada undang-undang No.13 Tahun 1962. Dengan diundangkannya undang-undang nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, BPD-BPD tersebut harus memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi Perseroan Terbatas, koperasi atau perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut diatas. Bank Swasta Nasional Bank Swasta Nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia dan sebagai atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Bank Asing Jumlah bank asing yang beroperasi di Indonesia saat ini berjumlah 10 bank yaitu : 1. Citibank 6. Deutsche Bank 2. American Express Bank 7. ABN-Amro Bank 3. Bank of Tokyo 8. Bank of America 4. Standard Chartered Bank 9. Chase Manhattan Bank 5. Hongong and Shanghai Bank 10. Bangkok Bank Bank Perkreditan Rakyat Bank perkreditan rakyat (BPR) adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Usaha BPR yang diperbolehkan menurut undang-undang meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan b) Memberikan kredit c) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil d) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito atau tabungan pada bank lain. Kegiatan usaha yang tidak diperkanankan dilakukan BPR antara lain : a) Menerima simpanan dalam bentuk giro b) Melakukan penyertaan modal c) Melakukan usaha perasuransian d) Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana disebut diatas. Badan Hukum Bank Pendirian bank menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 dapat memilih badan hukum sebagai berikut : Perseroan terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah

Bahan Ajar MLK_Bab I

BAB I LEMBAGA KEUANGAN Pengertian Lembaga Keuangan Menurut Kasmir (2004:9) lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana. Menurut Ahmad Rodoni (2007) Lembaga keuangan (financial institution) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset-asset keuangan (financial assets) maupun non-financial asset atau asset riil. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 14/1967 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 7/1992 tentang perbankan di Indonesia bahwa lembaga keuangan merupakan badan atau lembaga yang kegiatannya menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Dalam keputusan SK Menkeu RI no. 792 Tahun 1990 dinyatakan bahwa lembaga keuangan adalah semua badan usaha yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dana, penyaluran dana kepada masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan. Dari pengertian tersebut di atas maka yang bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan adalah suatu badan usaha atau institusi yang memiliki kekayaan utama dalam bentuk asset-asset baik financial maupun non-fiancial yang aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan. Menurut Ahmad Rodoni (2007) lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Lembaga keuangan depositori (bank) mendapatkan dana yang bersumber langsung dari masyarakat (unit surplus) dalam bentuk simpanan yaitu tabungan, giro, deposito berjangka dan sertifikat deposito. Unit surplus dapat berupa perusahaan, pemerintah, rumah tangga dan orang asing yang memiliki kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan depositori (bank) merupakan komponen penting dari penawaran uang (money supply). Yang termasuk depositori antara lain: Commercial Bank, Saving and Loan Associations (S&Ls), Mutual Saving Banks dan Credit Unions. 2. Lembaga keuangan non-depositori (bukan bank) ini dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, bersifat kontraktual (contractual institutions) yaitu menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan dana untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian, misalnya perusahaan asuransi dan dana pensiun. Kedua, lembaga keuangan investasi (investment institutions) yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksadana. Dan yang ketiga adalah tidak termasuk dalam kelompok kontraktual dan investasi yaitu perusahaan modal ventura (venture capital) dan perusahaan pembiayaan (finance company,) yang menawarkan jasa pembiayaan sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (faktoring), pembiayaan konsumen (consumer company) dan kartu kredit (credit card). Menurut Susilo (2000) Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang sangat strategis, antara lain: • Pengalihan asset (asset transmutation): Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka tertentu yang telah disepakati. Pengalihan asset dapat juga terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank menerbitkan sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh unit difisit. • Likiuditas (liquidity): berhubungan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. • Realokasi pendapatan (income realocation): banyak individu menyisihkan dan merealokasikan pendapatannya untuk persiapan menghadapi waktu yang akan datang. • Transaksi (transaction): lembaga keuangan memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. • Efisiensi (efficiency): lembaga keuangan dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya dan juga memperlancar serta mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Lembaga Keuangan Sebagai Lembaga Perantara Lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank, mempunyai peran yang penting bagi akivitas perekonomian. Peran strategis bank dan lembaga keuangan bukan bank tersebut sebagai wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Bank dan lembaga keuangan bukan bank merupakan lembaga perantara keuangan sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian. (Susilo, 2000) Peranan Lembaga Keuangan Dalam Perekonomian Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki peran sebagai berikut: Pengalihan aset (asset transmutation) Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk ’janji-janji membayar’ oleh debitur, janji-janji ini pada dasarnya merupakan kredit yang diberikan kepada unit defisit dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan perjajian yang telah dibuat. Lembaga keuangan membiayai kredit tersebut menggunakan dana dari simpanan oleh masyarakat. Dalam hal ini, lembaga keuangan mengalihkan kewajibannya (financial liabilities) menjadi aset (financial assets) dengan jangka waktu sesuai kesepakatan dengan penabung dan juga debitur. Proses pengalihan kewajiban menjadi aset finansial ini yang disebut transmutasi kekayaan. Realokasi pendapatan (income realocation) Setiap individu pasti akan mengalami masa tua (pensiun), dan kita selalu mengharapkan masa pensiun tersebut akan dihadapi dengan tenang tanpa perlu memikirkan masalah finansial lagi. Untuk itu, kita menyisihkan sebagian pendapatan yang diterima selama masa kerja untuk persiapan masa datang. Penyisihan pendapatan tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk membeli barang-barang, namun nilai dari barang akan menurun seiring dengan waktu. Yang saat ini dilakukan oleh sebagian besar masyarakat adalah dengan menaruh uang simpanan mereka di bank, baik berupa simpanan tabungan, polis asuransi jiwa, program pensiun, reksa dana, dan sebagainya. Dengan begitu, aset mereka akan lebih terjaga nilainya dan resiko kerugian yang dihadapi akan sangat kecil. Transaksi (transaction) Sekuritas sekunder (tabungan, giro, deposito) yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan, merupakan bagian dari sistem pembayaran. Produk-produk yang ditawarkan oleh bank, dimaksudkan untuk mempermudah penyelesaian transaksi barang dan jasa di samping untuk memperbaiki posisi likuiditas bank. Di sini, dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi yaitu untuk memberikan jasa-jasa untuk mempermudah transaksi moneter yang terjadi. Bisa dikatakan, peran lembaga keuangan di tengah-tengah masyarakat sudah tidak dapat dibantahkan lagi. Peran lembaga keuangan sudah sangat begitu besar dan bisa dikatakan sudah membuat masyarakat tergantung dengan produk-produk yang ditawarkan bank, yang dapat mempermudah segala transaksi keuangan yang dilakukan oleh masyarakat. Tapi yang paling penting untuk diperhatikan di sini, bahwa kita harus teliti sebelum menggunakan jasa sebuah lembaga keuangan. Kita harus memilih suatu lembaga keuangan yang kredibel dan mempunyai reputasi yang baik dalam mengelola keuangan kita. Jangan sampai hanya karena tergiur dengan iming-iming bunga dan revenue yang besar kita jadi tidak memperhatikan reputasi sebuah bank. Fungsi Lembaga Keuangan 1. Pengalihan Aset ( Assets Transmutation ) Lembaga Keuangan memiliki aset dalam bentuk pijaman kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, dana pembiayaan aset tersebut diperoleh dari tabungan masyarakat. Di dalam sebuah perekonomian terdapat unit-unit yang mengatur surplus dan defisit dana. Fungsi lembaga keuangan di sini adalah mengalihkan dana dari unit surplus ke unit defisit. Contoh pemberian kredit oleh perbankan. 2. Likuiditas ( Liquidity ) Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Lembaga keuangan sangat berperan dalam menciptakan likuditas. Likuiditas berhubungan dengan kemampuan menyediakan uang tunai dan ini sangat dibutuhkan. Jika kita membutuhkan uang tunai dan memiliki rekening di bank, maka kita dapat memiliki uang dengan mengambilnya ke bank. 3. Realokasi Pendapatan ( Income Reallocation ) Lembaga Keuangan sebagai tempat realokasi pendapatan untuk persiapan dimasa yang akan datang. banyak individu yang memiliki pendapatan tetap dan memadai berpikiruntuk memanfaatkan dana di kemudian hari. Lembaga keuangan berfungsi untuk menyediakan jasa pengalokasian pendapatan. Dengan demikian, kita bisa menikmati pensiun tanpa khawatir tidak mempunyai pendapatan, kan ada dana pensiun yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan. 4. Transaksi ( Transaction ) Lembaga Keuangan menyediakan jasa untuk mempermudah transaksi moneter. Fungsi dasar bank dapat dilihat dan keterangan berikut. Bank memiliki fungsi pokok sebagai berikut ( Siamat 2004 : 88) 1. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi. 2. Menciptakan uang 3. Menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat. 4. Menawarkan jasa – jasa keuangan lain. 5. Menyediakan fasilitas untuk perdagangan intemasional. 6. Menyediakan pelayanan penyimpanan untuk barang – barang berharga. 7. Menyediakan jasa – jasa pengelolaan dana Sedangkan untuk Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki beberapa fungsi berikut: 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi Bank Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Adapun jenis-jenis lembaga keuangan lainnya yang ada di indonesia saat ini antara lain : 1. Pasar Modal merupakan pasar tempat pertemuan dan melakukan transaksi antara pencari dana dengan para penanam modal, dengan instrumen utama saham dan obligasi 2. Pasar Uang yaitu pasar tempat memperoleh dana dan investasi dana. 3. Koperasi Simpan Pinjam yaitu menghimpun dana dari anggotanya kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggota koperasi dan masyarakat umum. 4. Perusahaan Pengadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. 5. Perusahaan Sewa guna usaha lebih di tekankan kepada pembiayaan barangbarang modal yang di inginkan oleh nasabahnya. 6. Perusahaan Asuransi merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha pertanggungan. 7. Perusahaan Anjak Piutang, merupakan yang usahanya adalah mengambil alih pembayaran kredit suatu perusahaan dengan cara mengambil kredit bermasalah. 8. Perusahaan Moal Ventura merupakan pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. 9. Dana Pensiun, merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana pension Jenis Jenis Risiko pada Lembaga Keuangan 1. Credit Risk Credit risk (risiko kredit) adalah risiko investor dari kerugian yang timbul dari peminjam yang tidak melakukan pembayaran seperti yang dijanjikan. Peristiwa semacam ini disebut default. Istilah lain untuk risiko kredit adalah risiko default. Kerugian investor termasuk kehilangan pokok dan bunga, penurunan arus kas, dan biaya koleksi yang meningkat, yang muncul dalam sejumlah keadaan: - Seorang konsumen tidak melakukan pembayaran jatuh tempo pada pinjaman mortgage, kartu kredit, jalur kredit, atau pinjaman lainnya - Sebuah bisnis tidak melakukan pembayaran jatuh tempo pada mortgage, kartu kredit, jalur kredit, atau pinjaman lainnya - Sebuah bisnis atau konsumen tidak membayar faktur perdagangan saat jatuh tempo - Sebuah bisnis tidak membayar upah karyawan yang diterima saat jatuh tempo - Sebuah penerbit obligasi bisnis atau pemerintah tidak melakukan pembayaran pada pembayaran kupon atau pokok pada saat jatuh tempo - Sebuah perusahaan asuransi yang bangkrut tidak membayar kewajiban kebijakan Risiko pemberi pinjaman atas konsumen: Kebanyakan pemberi pinjaman menggunakan cara penilaian kelayakan kredit mereka masing-masing guna membuat peringkat risiko konsumen lalu kemudian mengaplikasikannya terhadap strategi bisnis mereka. Dengan produk-produk seperti pinjaman pribadi tanpa jaminan atau kredit pemilikan rumah, kreditur akan mengenakan suku bunga yang tinggi terhadap konsumen yang berisiko tinggi dan sebaliknya. Pada pinjaman berulang seperti pada kartu kredit dan overdraft, risiko ini dikontrol dengan cara penetapan batasan kredit yang seksama. Beberapa produk mensyaratkan adanya jaminan yang biasanya dalam bentuk properti. Risiko pemberi pinjaman atas bisnis: Debitur akan menawarkan biaya / keuntungan dari suatu pinjaman berdasarkan dari risiko dan suku bunga yang dikenakan, namun suku bunga ini bukan hanya satu-satunya metode kompensasi untuk risiko yang dihadapi. Perlindungan tambahan dalam bentuk pembatasan sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pemberi pinjaman (kreditur) atas peminjam (debitur) yaitu misalnya dalam bentuk: Pembatasan terhadap debitur atas tindakan-tindakan yang dapat memengaruhi keuangan debitur misalnya melakukan pembelian kembali saham, melakukan pembayaran deviden, atau melakukan peminjaman baru. Kewenangan untuk melakukan pengawasan atas utang dengan cara mensyaratkan adanya audit dan laporan keuangan bulanan. Hak kepada kreditur untuk meminta pelunasan seketika atas utang yang diberikannya apabila terjadi suatu peristiwa khusus ataupun apabila rasio keuangtan seperti utang / ekuiti menurun. Saat ini terdapat inovasi untuk melindungi kreditur dan pemegang obligasi terhadap risiko gagal bayar yaitu dalam bentuk kredit derivatif yang dikenal dengan istilah credit default swap. Dengan kontrak keuangan ini maka perusahaan dimungkinkan untuk membeli suatu perlindungan (proteksi) terhadap risiko gagal bayar dari pihak ketiga selaku penjual perlindungan. Penjual perlindungan ini memperoleh imbal jasa secara periodik sebagai bentuk kompensasi atas risiko yang diambil alih olehnya yaitu dalam bentuk kesepakatan untuk membeli tagihan tersebut apabila terjadi gagal bayar. Risiko yang dihadapi oleh bisnis: Perusahaan menghadapi "risiko kredit" dalam hal misalnya perusahaan tidak menerima "pembayaran dimuka" secara tunai untuk produk atau jasa yang dijualnya Dengan melakukan penyerahan barang atau jasa di depan dan menagih pembayaran kelak maka perusahaan menanggung suatu risiko selama tenggang waktu penyerahan barang atau jasa dengan waktu pembayaran. Beberapa perusahaan memiliki d3epartemen risiko kredit yang bertugas untuk menilai kesehatan finansial dari konsumennya guna memutuskan pemberian kredit lebih lanjut atau tidak. Dalam hal ini dapat juga digunakan jasa pihak ketiga yaitu peruisahaan yang menyediakan jasa dibidang penilaian kredit dengan memberikan peringkat kredit seperti misalnya Moody's, Standard & Poor's, Fitch Ratings dan lainnya yang menyediakan informasi berbayar. Risiko kredit ini tidak dengan sungguh-sungguh dikelola oleh perusahaan kecil yang hanya memiliki 1 atau 2 konsumen saja, sehingga perusahaan ini sangat rentan terhadap masalah gagal bayar atau keterlambatan pembayaran oleh konsumennya. Risiko yang dihadapi individu: Konsumen dapat menemui risiko kredit dalam bentuk langsung misalnya sebagai deposan di bank atau sebagai debitur. Mereka dapat juga menghadapi risiko kredit sewaktu melakukan transaksi dagang dengan cara penyerahan uang muka kepada mitra pengimbang misalnya untuk melakukan pembelian rumah atau penyewaan rumah. Karyawan dari suatu perusahaan juga amat tergantung pada kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran gaji juga termasuk yang menghadapi risiko kredit dalam statusnya sebagai karyawan. Pada beberapa kasus, pemerintah menyadari bahwa kemampuan para individu ini untuk melakukan evaluasi atas risiko kredit sangat terbatas dan risiko ini dapat mengurangi efisiensi ekonomi sehingga pemerintah melakukan berbagai mekanisme dan langkah hukum guna melindungi konsumen terhadap risiko ini. Deposito bank pada beberapa negara dijamin dengan asuransi (hinga batasan nilai tertentu) untuk deposito individu / perorangan, yang secara efektif akan mengurangi risiko kredit mereka terhadap bank dan meningkatkan kepercayaan mereka menggunakan jasa perbankan. 2. Market Risk Market risk (risiko pasar) adalah risiko bahwa nilai portofolio, baik portofolio investasi atau portofolio perdagangan, akan menurun karena perubahan nilai dari faktor risiko pasar. Keempat faktor pasar standar risiko adalah: harga saham, suku bunga, kurs valuta asing, dan harga komoditas. Tipe market risk: - Equity risk, risiko bahwa harga saham dan / atau volatilitas tersirat akan berubah. - Interest rate risk, risiko bahwa suku bunga dan / atau volatilitas tersirat akan berubah. - Currency risk, risiko bahwa nilai tukar asing dan / atau volatilitas tersirat akan berubah. - Commodity risk, risiko bahwa harga komoditas (misalnya jagung, tembaga, minyak mentah) dan / atau volatilitas tersirat akan berubah. Mengukur jumlah potensi kerugian akibat market risk: Seperti bentuk-bentuk risiko lainnya, jumlah potensi kerugian akibat risiko pasar dapat diukur dalam sejumlah cara atau konvensi. Secara tradisional, satu konvensi adalah dengan menggunakan Value at Risk. Konvensi menggunakan Value at risk mapan dan diterima dalam praktek manajemen risiko jangka pendek. Namun, mengandung sejumlah asumsi yang membatasi membatasi akurasinya. Asumsi pertama adalah bahwa komposisi portofolio diukur tetap tidak berubah selama periode tertentu. Selama jangka waktu singkat, asumsi membatasi sering dianggap sebagai wajar. Namun, selama jangka waktu lama, banyak posisi dalam portofolio mungkin telah berubah. Nilai pada Risiko portofolio tidak berubah tidak lagi relevan. Kovarian Varians dan pendekatan Simulasi Sejarah untuk menghitung Value at Risk juga mengasumsikan bahwa korelasi sejarah yang stabil dan tidak akan berubah di masa depan. Selain itu, perawatan harus diambil mengenai arus kas intervensi, pilihan tertanam, perubahan tingkat suku bunga mengambang dari posisi keuangan dalam portofolio. Mereka tidak dapat diabaikan jika dampaknya bisa besar. 3. Liquidity Risk Liquidity risk (risiko likuiditas) adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid. Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva, karena pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar (membeli) aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan kedua belah pihak. Karenanya, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil. Risiko likuiditas merupakan suatu risiko keuangan karena adanya ketidakpastian likuiditas. Suatu lembaga dapat berkurang likuiditasnya jika peringkat kreditnya turun, mengalami pengeluaran kas yang tak terduga, atau peristiwa lain yang menyebabkan pihak lain menghindari transaksi atau memberikan pinjaman ke lembaga tersebut. Suatu perusahaan juga dapat terpapar terhadap risiko likuiditas jika pasar yang diikutinya mengalami penurunan likuiditas. Tipe liquidity risk: Aset likuiditas adalah aset yang tidak dapat dijual karena kurangnya likuiditas di pasar, dasarnya sub-set risiko pasar. Hal ini dapat dijelaskan oleh: - Pelebaran bid / offer spread - Membuat cadangan likuiditas eksplisit - Memperpanjang holding period untuk perhitungan VaR Pendanaan likuiditas adalah risiko bahwa kewajiban: - Tidak bisa bertemu ketika mereka jatuh tempo - Hanya dapat dipenuhi dengan harga ekonomis - Dapat nama-spesifik atau sistemik Penyebab liquidity risk: Risiko likuiditas timbul dari situasi di mana pihak yang tertarik dalam perdagangan aset tidak bisa melakukannya karena tidak ada di pasar menginginkan perdagangan aset tersebut. Risiko likuiditas menjadi sangat penting untuk pihak yang akan terus atau saat ini memegang aset, karena mempengaruhi kemampuan mereka untuk perdagangan. Manifestasi dari risiko likuiditas sangat berbeda dari setetes harga nol. Dalam kasus penurunan harga aset ke nol, pasar mengatakan bahwa aset berharga. Namun, jika salah satu pihak tidak dapat menemukan pihak lain yang tertarik dalam perdagangan aset, ini berpotensi dapat bermasalah dari peserta pasar dengan menemukan satu sama lain. Inilah sebabnya mengapa risiko likuiditas biasanya ditemukan lebih tinggi di pasar negara berkembang atau volume pasar rendah. Risiko likuiditas adalah risiko keuangan karena likuiditas tidak pasti. Sebuah institusi mungkin kehilangan likuiditas jika rating kredit terjatuh, tiba-tiba arus kas tak terduga, atau beberapa acara lainnya menyebabkan counterparty untuk menghindari perdagangan dengan pinjaman kepada lembaga. Sebuah perusahaan juga terkena risiko likuiditas jika pasar yang tergantung tunduk pada kehilangan likuiditas. Risiko likuiditas cenderung senyawa dengan risiko lainnya. Jika sebuah organisasi perdagangan memiliki posisi dalam aset likuid, kemampuan terbatas untuk melikuidasi posisi yang dalam waktu singkat akan senyawa dengan risiko pasar. Sebuah tes sederhana untuk risiko likuiditas adalah dengan melihat masa depan arus kas bersih dari hari demi hari. Analisis tersebut dapat dilengkapi dengan stress testing. Lihatlah arus kas bersih pada sehari-hari dengan asumsi bahwa penting counterparty default. Analisis seperti ini tidak dapat dengan mudah memperhitungkan arus kas rekening kontingen, seperti arus kas dari derivatif atau sekuritas hipotek. Jika arus kas organisasi sebagian besar kontingen, risiko likuiditas dapat dinilai menggunakan beberapa bentuk analisis skenario. Pendekatan umum menggunakan analisis skenario mungkin memerlukan tingkat tinggi langkah-langkah berikut: Membangun beberapa skenario untuk gerakan pasar dan default selama periode waktu tertentu Menilai sehari-hari arus kas di bawah masing-masing skenario. Karena neraca berbeda sehingga secara signifikan dari satu organisasi ke yang berikutnya, ada standardisasi sedikit bagaimana analisis tersebut dilaksanakan. Regulator terutama prihatin tentang implikasi sistemik dan risiko likuiditas. Pengukuran liquidity risk: - Liquidity gap --» Culp mendefinisikan liquidity gap sebagai aset likuid bersih perusahaan. Nilai kelebihan aset cair perusahaan atas volatile kewajiban. Sebuah perusahaan dengan liquidity gap negatif harus fokus pada saldo kas mereka dan perubahan yang tak terduga mungkin dalam nilai-nilai mereka. Sebagai ukuran statis risiko likuiditas tidak memberikan indikasi bagaimana kesenjangan akan berubah dengan peningkatan marjinal perusahaan pendanaan biaya. - Liquidity risk elasticity --» Culp menunjukkan perubahan aktiva bersih atas kewajiban yang didanai terjadi ketika premi likuiditas di bank, marjinal biaya pendanaan meningkat dengan jumlah yang kecil sebagai elastisitas risiko likuiditas. Untuk bank ini akan diukur menyebar sebagai LIBOR, untuk nonfinancials LRE akan diukur tersebar di tingkat commercial paper. Masalah dengan menggunakan elastisitas risiko likuiditas adalah bahwa ia menganggap perubahan paralel dalam pendanaan yang tersebar di seluruh waktu jatuh tempo dan bahwa hanya akurat untuk perubahan kecil dalam menyebar pendanaan. Pengukuran liquidity asset: - Bid offer spread --» digunakan oleh pelaku pasar sebagai ukuran likuiditas aset. Untuk membandingkan produk yang berbeda rasio penyebaran harga pertengahan produk dapat digunakan. Semakin kecil rasio aset yang lebih likuid. Ini terdiri dari biaya operasional, administrasi, dan pengolahan serta kompensasi yang dibutuhkan untuk kemungkinan perdagangan dengan pedagang yang lebih tepat. - Market depth --» mengacu pada kedalaman pasar sebagai jumlah aset yang dapat dibeli dan dijual di berbagai bid-ask spread. Slip berkaitan dengan konsep kedalaman pasar. Pedagang perlu mempertimbangkan efek mengeksekusi order besar pada pasar dan untuk menyesuaikan tawaran ask spread yang sesuai. Mereka menghitung biaya likuiditas sebagai perbedaan eksekusi harga dan harga eksekusi awal. - Immediacy --» merujuk pada waktu yang dibutuhkan untuk sukses trading dalam jumlah tertentu dari suatu aktiva dengan biaya yang ditentukan. - Resilience --» mengidentifikasi dimensi keempat likuiditas sebagai kecepatan dengan mana harga kembali ke tingkat sebelumnya setelah transaksi besar. Berbeda dengan ketahanan langkah-langkah lain hanya dapat ditentukan selama periode waktu.

Buku Ajar Manajemen Lembaga Keuangan

https://drive.google.com/open?id=0B_os3Ut9ItgWbXQyc1JYQmltRjg