Selasa, 26 April 2016

Bahan Ajar MLK_Bab III

BAB III OTORITAS JASA KEUANGAN Pendahuluan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni : • Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional. • Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. • Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. • Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali. Tujuan dalam pembentukan OJK: 1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. 2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. 3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi Fungsi OJK adalah: 1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan 2. Menjaga stabilitas sistem keuangan 3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang 4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: 1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; 2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan 3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Wewenang OJK Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang: 1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi : • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank; • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank. • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; • Melakukan penunjukan pengelola statuter; • Menetapkan penggunaan pengelola statuter; • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan • Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain. 2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) 3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) Menurut para pakar ekonomi: 1. Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. 2. Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah. 3. Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan. 4. Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu lembaga independen yang terdiri dari sembilan anggota dewan komisaris yang sifatnya kolektif kolegial dimana terdapat dua anggota unsur perwakilan ex-offico dari Pemerintah, Perwakilan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, bertugas me¬nga¬wasi perbankan, pasar modal, perusahaan pem¬biayaan dan asuransi. Untuk perbankan khu¬susnya, akan me¬ngatur aspek mik¬ro pru¬densial ser¬ta pe¬me¬riksaan bank. Dengan kata lain, lembaga yang independen dan terintegrasi melaksanakan fungsi pengawasan tugas wewenang perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah diundangkan dan diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 21 tahun 2011 yang disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), setelah melalui masa 8 tahun Rancangan Undang-undang (RUU) sebelum disahkan. Dengan disahkannya RUU OJK, maka per tanggal 31 De¬sem¬ber 2012, Badan Pengawas Pasar Mo¬dal dan Lembaga Ke¬uangan (Ba¬pe¬pam-LK) otomatis akan mele¬bur ke dalam OJK. Se¬men¬tara un¬tuk pengawasan perban¬kan, Bank Indonesia (BI) di¬persilahkan masuk ke OJK pada awal 2013, atau paling lambat De¬sember 2013. Berkaitan dengan disahkannya UU OJK, maka tugas BI mencakup dua bidang, yakni terkait dengan sis¬tem pembayaran dan melaku¬kan sta-bilitas moneter, sedang¬kan pe¬nga¬wasan perbankan di¬lakukan oleh OJK. Sementara Badan Penanaman Modal (Bapepam) ha¬nya sebagai regulator atau pem¬buat regulasi, sedangkan tu¬gas pe¬nga¬wasan terhadap lembaga ke¬uangan diam¬bilalih OJK. OJK akan menjadi lembaga independen yang terintegrasi sebagai pengawas sektor jasa keuangan. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), dengan anggota terdiri dari: 1. Menteri Keuangan sebagai anggota merangkap koordinator. 2. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota. 3. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota 4. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar